Kamis, 17 November 2011

Pelayanan Konseling di Sekolah

A. Struktur Pelayanan Konseling
Pelayanan konseling di sekolah/madrasah  merupakan usaha membantu peserta didik   dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Pelayanan konseling  memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual, kelompok dan atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki. Pelayanan ini juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi peserta didik.
1. Pengertian Konseling
Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.
2.   Paradigma, Visi, dan Misi
a. Paradigma
Paradigma konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam bingkai budaya.  Artinya, pelayanan konseling berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan pelayanan konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik.
b. Visi
Visi pelayanan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.
c.  Misi
  • Misi pendidikan, yaitu memfasilitasi pengembangan peserta didik melalui pembentukan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan masa depan.
  • Misi pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan potensi dan kompetensi peserta didik di dalam lingkungan sekolah/ madrasah, keluarga dan masyarakat.
  • Misi pengentasan masalah, yaitu memfasilitasi pengentasan masalah peserta didik mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari.
3.   Bidang Pelayanan  Konseling
  • Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu  peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik  kepribadian dan kebutuhan dirinya secara  realistik.
  • Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.
  • Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
  • Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.
4.   Fungsi Konseling
  • Pemahaman, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memahami diri dan lingkungannya.
  • Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mampu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.
  • Pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mengatasi masalah yang dialaminya.
  • Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memelihara dan menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya.
  • Advokasi, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.
5. Prinsip dan Asas Konseling
  • Prinsip-prinsip konseling berkenaan dengan sasaran layanan, permasalahan yang dialami peserta didik, program pelayanan, serta tujuan dan pelaksanaan pelayanan.
  • Asas-asas konseling meliputi asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kegiatan, kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan,  keahlian, alih tangan kasus, dan tut wuri handayani.
6. Jenis Layanan Konseling
  • Orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.
  • Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.
  • Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.
  • Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terumata kompetensi dan atau kebiasaan  yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.
  • Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya.
  • Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.
  • Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.
  • Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.
  • Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antarmereka.
7.   Kegiatan Pendukung
  • Aplikasi Instrumentasi, yaitu kegiatan mengumpulkan data tentang diri peserta didik dan lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.
  • Himpunan Data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan peserta didik, yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan bersifat rahasia.
  • Konferensi Kasus, yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan tertutup.
  • Kunjungan Rumah, yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua dan atau keluarganya.
  • Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karir/jabatan.
  • Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangannya.
8.   Format Kegiatan
  • Individual, yaitu format kegiatan konseling yang melayani peserta didik secara perorangan.
  • Kelompok, yaitu format kegiatan konseling yang melayani sejumlah peserta didik melalui suasana dinamika kelompok.
  • Klasikal, yaitu format kegiatan konseling yang melayani sejumlah peserta didik dalam satu kelas.
  • Lapangan, yaitu format kegiatan konseling yang melayani seorang atau  sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau lapangan.
  • Pendekatan Khusus, yaitu format kegiatan konseling yang melayani kepentingan peserta didik melalui pendekatan kepada pihak-pihak yang dapat memberikan kemudahan.
9.  Program Pelayanan
a. Jenis Program
  1. Program Tahunan, yaitu program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu tahun untuk masing-masing kelas di sekolah/madrasah.
  2. Program Semesteran, yaitu program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu semester yang merupakan jabaran program tahunan.
  3. Program Bulanan, yaitu program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu bulan yang merupakan jabaran program semesteran.
  4. Program Mingguan, yaitu program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu minggu yang merupakan jabaran program bulanan.
  5. Program Harian, yaitu program pelayanan konseling yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu dalam satu  minggu. Program harian merupakan jabaran dari program mingguan dalam bentuk satuan layanan (SATLAN) dan atau satuan kegiatan pendukung (SATKUNG) konseling.
b. Penyusunan Program
  1. Program pelayanan konseling disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik (need assessment) yang diperoleh melalui aplikasi instrumentasi.
  2. Substansi program pelayanan konseling meliputi keempat bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung, format kegiatan, sasaran pelayanan, dan volume/beban tugas konselor.
B. Perencanaan Kegiatan
  1. Perencanaan kegiatan pelayanan konseling mengacu pada program tahunan yang telah dijabarkan ke dalam program semesteran, bulanan serta mingguan.
  2. Perencanaan kegiatan pelayanan konseling harian yang merupakan jabaran dari program mingguan disusun dalam bentuk SATLAN dan SATKUNG yang masing-masing memuat: (a) sasaran layanan/kegiatan pendukung; (b) substansi layanan/kegiatan pendukung; (c) jenis layanan/kegiatan pendukung, serta alat bantu yang digunakan; (d) pelaksana layanan/kegiatan pendukung dan pihak-pihak yang terlibat; dan (d) waktu dan tempat.
  3. Rencana kegiatan pelayanan konseling mingguan meliputi kegiatan di dalam kelas dan di luar kelas untuk masing-masing kelas peserta didik yang menjadi tanggung jawab konselor.
  4. Satu kali kegiatan layanan atau kegiatan pendukung konseling berbobot ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran.
  5. Volume keseluruhan kegiatan pelayanan konseling dalam satu minggu minimal ekuivalen dengan beban tugas wajib konselor di sekolah/ madrasah.
C.  Pelaksanaan Kegiatan
  1. Bersama pendidik dan personil sekolah/madrasah lainnya, konselor berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pengembangan diri yang bersifat rutin, insidental dan keteladanan.
  2. Program pelayanan konseling yang direncanakan dalam bentuk SATLAN dan SATKUNG dilaksanakan sesuai dengan sasaran, substansi, jenis kegiatan, waktu, tempat, dan pihak-pihak yang terkait.
1. Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan Konseling
a.      Di dalam jam pembelajaran sekolah/madrasah:
  • Kegiatan tatap muka secara klasikal dengan peserta didik untuk menyelenggarakan layanan informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, kegiatan instrumentasi, serta layanan/kegiatan lain yang dapat dilakukan di dalam kelas.
  • Volume kegiatan tatap muka klasikal adalah 2 (dua) jam per kelas per minggu dan dilaksanakan secara terjadwal
  • Kegiatan tidak tatap muka dengan peserta didik untuk menyelenggarakan layanan konsultasi, kegiatan konferensi kasus, himpunan data, kunjungan rumah, pemanfaatan kepustakaan, dan alih tangan kasus.
b.   Di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah:
  • Kegiatan tatap  muka dengan peserta didik untuk menyelenggarakan layanan orientasi, konseling perorangan,, bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan mediasi, serta kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan di luar kelas.
  • Satu kali kegiatan layanan/pendukung konseling di luar kelas/di luar jam pembelajaran ekuivalen dengan 2 (dua) jam pembelajaran tatap muka dalam kelas.
  • Kegiatan pelayanan konseling di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah maksimum 50% dari seluruh kegiatan pelayanan konseling, diketahui dan dilaporkan kepada pimpinan sekolah/madrasah.
  • Kegiatan pelayanan konseling dicatat dalam laporan pelaksanaan program (LAPELPROG).
  • Volume dan waktu untuk pelaksanaan kegiatan pelayanan konseling di dalam kelas dan di luar kelas setiap minggu diatur oleh konselor dengan persetujuan pimpinan sekolah/madrasah
  • Program pelayanan konseling pada masing-masing satuan sekolah/madrasah dikelola dengan memperhatikan keseimbangan dan kesinambungan program antarkelas dan antarjenjang kelas, dan mensinkronisasikan program pelayanan konseling dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler, serta mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan fasilitas sekolah/ madrasah.
D.  Penilaian Kegiatan
1.   Penilaian hasil kegiatan pelayanan konseling dilakukan melalui:
  • Penilaian segera (LAISEG), yaitu penilaian pada akhir setiap jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling untuk mengetahui perolehan peserta didik yang dilayani.
  • Penilaian jangka pendek (LAIJAPEN), yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu minggu sampai dengan satu bulan) setelah satu jenis layanan dan atau kegiatan pendukung konseling diselenggarakan untuk mengetahui dampak layanan/kegiatan terhadap peserta didik.
  • Penilaian jangka panjang (LAIJAPANG), yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu bulan sampai dengan satu semester) setelah satu atau beberapa layanan dan kegiatan pendukung konseling diselenggarakan untuk mengetahui lebih jauh dampak layanan dan atau kegiatan pendukung konseling terhadap peserta didik.
2.   Penilaian proses kegiatan pelayanan konseling
Penilaian proses kegiatan pelayanan konseling dilakukan melalui analisis terhadap keterlibatan unsur-unsur sebagaimana tercantum di dalam SATLAN dan SATKUNG, untuk mengetahui efektifitas dan efesiensi pelaksanaan kegiatan.
3.   Hasil penilaian kegiatan pelayanan konseling
Hasil penilaian kegiatan pelayanan konseling dicantumkan dalam LAPELPROG. 
Hasil kegiatan pelayanan konseling secara keseluruhan dalam satu semester untuk setiap peserta didik dilaporkan secara kualitatif.
E.  Pelaksana  Kegiatan
  1. Pelaksana kegiatan pelayanan konseling adalah konselor sekolah/ madrasah.
  2. Konselor pelaksana kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah wajib: (a) Menguasai spektrum pelayanan pada umumnya, khususnya pelayanan profesional  konseling; (b) merumuskan dan menjelaskan peran profesional konselor kepada pihak-pihak terkait, terutama peserta didik, pimpinan sekolah/ madrasah, sejawat pendidik, dan orang tua; (c) melaksanakan tugas pelayanan profesional konseling yang setiap kali dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan, terutama pimpinan sekolah/madrasah, orang tua, dan peserta didik; (d) mewaspadai hal-hal negatif yang dapat mengurangi keefektifan kegiatan pelayanan profesional konseling; (e) mengembangkan kemampuan profesional konseling secara berkelanjutan;
  3. Beban tugas wajib konselor ekuivalen dengan beban tugas wajib pendidik lainnya di sekolah/madrasah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
  4. Pelaksana pelayanan konseling: (a) pelaksana pelayanan konseling di SD/MI/SDLB pada dasarnya adalah guru kelas yang melaksanakan layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, dan penguasaan konten dengan menginfusikan materi layanan tersebut ke dalam pembelajaran, serta untuk peserta didik Kelas IV, V, dan VI dapat diselenggarakan layanan konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok; (b) pada satu SD/MI/SDLB atau sejumlah SD/MI/SDLB dapat diangkat seorang konselor untuk menyelenggarakan pelayanan konseling; (c) p ada satu SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB/SMK/MAK dapat diangkat sejumlah konselor dengan rasio seorang konselor untuk 150 orang peserta didik.
F.   Pengawasan Kegiatan
  1. Kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah dipantau, dievaluasi, dan dibina melalui kegiatan pengawasan.
  2. Pengawasan kegiatan pelayanan konseling dilakukan secara: (a)  interen, oleh kepala sekolah/madrasah; dan (b)   eksteren, oleh pengawas sekolah/madrasah bidang konseling.
  3. Fokus pengawasan adalah kemampuan profesional konselor dan implementasi kegiatan pelayanan konseling yang menjadi kewajiban dan tugas konselor di sekolah/madrasah.
  4. Pengawasan kegiatan pelayanan konseling dilakukan secara berkala dan berkelanjutan.
  5. Hasil pengawasan didokumentasikan, dianalisis, dan ditindaklanjuti untuk peningkatan mutu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah.


dikutip dari : akhmadsudrajat.wordpress.com

Rabu, 16 November 2011

Metode Dalam Psikologi Agama


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Sebagai salah satu cabang dari psikologi, metode yang digunakan dalam mengkaji psikologi agama tidak berbeda dengan metode psikologi pada umumnya. Psikologi agama berusaha untuk menjelaskan pekerjaan pikiran dan perasaan seseorang terhadap agama, baik ia orang yang tahu beragama, acuh tak acuh maupun yang anti agama. Ini berarti bahwa yang diungkap dan dijelaskan dalam psikologi agama adalah proses mental orang tersebut bagaimana dalam psikologi pada umumnya. Ahli psikologi agama tidak perlu meneliti apakah keyakinan beragama tersebut berasal dari pengaruh luar atau dari dalam dirinya. Hal ini perlu ditekankan, oleh karna itu tidaklah mudah mengkaji proses mental yang berupa kesadaran beragama dan pengalaman beragama seseorang yang sifatnya subjektif dan individual.
Dalam makalah ini kami akan menerangkan beberapa poin tentang metode-metode yang digunakan dalam psikologi agama.oleh karna itu patut kita simak dengan seksama, karna ada sebagian kalimatnya yang agak sulit untuk difahami.

  1. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan menyampaikan beberapa rumusan masalah yang perlu dibicarakan, diantaranya:
-          Metode yang digunakan dalam mengkaji psikologi agama
-          Teknik-teknik metode tersebut
-          Contoh, dal lain sebagainya

  1.  Tujuan Masalah
Setelah membaca makalah ini penulis harapkan kepada kita semua mengerti tentang:
  1. Pembagian metode dalam mengkaji psikologi agama
  2. Mengaplikasikan seluruh metode dan tekniknya
  3. Mentala’ah lebih mendalam lagi bagaimana psikologi agama seseorang

BAB II
PEMBAHASAN
METODE-METODE DALAM PSIKOLOGI AGAMA

              Sebagai disiplin ilmu yang otonom, maka psikologi agama juga memiliki metode penelitian ilmiah. Kajian dilakukan dengan mempelajari fakta-fakta berdasarkan data yang terkumpul dan dianalisis secara objektif.
Karna agama menyangkut masalah yang berkaitan dengan kehidupan bathin yang sangat mendalam, maka masalah agama sangat sulit untuk diteliti secara seksama terlepas dari pengaruh-pengaruh subjektivitas. Namun demikian, agar penelitian mengenai agama dapat dilakukan lebih netral dalam arti tidak memihak kepada suatu keyakinan atau menentangnya, maka diperlukan adanya sikap yang objektif. Maka dalam penelitian psikologi agama perlu diperhatikan antara lain:
1)      Memiliki kemampuan dalam meneliti kehidupan dan kesadaran bathin manusia
2)      Memiliki keyakinan bahwa segala bentuk pengalaman dapat dibuktikan secara empiris
3)      Dalam penelitian harus bersikap filosofis spiritualistis
4)      Tidak mencampuradukkan antara fakta dengan angan-angan atau perkiraan khayali
5)      Mengenal dengan baik masalah psikologi dan metodenya
6)      Memiliki konsep mengenai agama serta mengetahui metodologinya
7)      Menyadari tentang adanya perbedaan antara ilmu dan agama[1]
8)      Mampu menggunakan alat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ilmiah[2]
Menurut Zakiah daradjat,metode yang digunakan dalam penlitian-peneliian ilmu jiwa agama adalah metode ilmiah,yakni mempelajari fakta-fakta yang ada dalam lingkungannya dengan cara yang objektif. Dimana harus diusahakan jangan sampai memihak atau menentang kepercayaan agama tertentu.[3] Selian metode ilmiah kita juga dapat menggunakan metode empiris,yang berarti bahwa suatu kemampuan dapat diambil dari observasi terhadap data-data (fakta-fakta).[4]

Dalam meneliti ilmu jiwa agama menggunakan sejumlah metode, yang antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
              I.          Dokumen Pribadi (Personal Document)
Metode ini digunakan untuk mempelajari tentang bagaimana pengalaman dan kehidupan bathin seseorang dalam hubungannya dengan agama. Untuk memperoleh informasi mengenai hal tersebut maka cara yang ditempuh adalah mengumpulkan dokumen pribadi orang seorang. Dokumen tersebut mungkin berupa autobiografi, biografi, tulisan ataupun catatan-catatan yang dibuatnya.
Selain catatan atau tulisan, juga digunakan daftar pertanyaan kepada orang-orang yang akan diteliti. Jawaban yang diberikan secara bebas memberi kemungkinan bagi responden untuk menyampaikan kesan-kesan bathin yang berhubungan dengan agama yang diyakininya. Dalam penerapannya, metode dokumen pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:
a. Teknik Nomotatik
Teknik ini digunakan untuk menarik kesimpulan sejumlah dokumen yang diteliti[5], juga digunakan untuk mempelajari perbedaan-perbedaan individu. Dalam penerapannya nomotik ini mengasumsikan bahwa pada diri manusia terdapat suatu lapisan dasar dalam struktur kepribadian manusia sebagai sifat yang merupakan ciri umum kepribadian.
Nomotik yang digunakan dalam studi tentang kepribadian adalah mengukur perangkat sifat seperti kejujuran, ketekunan dan kepasrahan sejumlah individu dalam suatu kelompok. Ternyata ditemukan bahwa sifat-sifat itu ada pada setiap individu, namun jadi berbeda oleh hubungan antara sifat itu dengan sikap seseorang. Perbedaan tentang tinggi rendah sifat-sifat dasar itu ditampilkan dalam sikap sangat tergantung dari situasi yang ada. Jadi dapat ditarik suatu ketetapan bahwa sikap individu tergantung dari situasi yang dihadapinya.[6]
b.      Teknik Analisis Nilai (Value Analysis)
Teknik ini digunakan dengan dukungan analisis stastik. Data yang terkumpul diklasifikasikan menurut teknik statistik dan dianalisis untuk dijadikan penilaian terhadap individu yang diteliti. Teknik statistik digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa ada sejumlah pengalaman keagamaan yang dapat dibahas dengan bantuan ilmu eksakta, terutama dalam mencari hubungan antara sejumlah variabel. Carlson misalnya, menemukan dalam penelitiannya bahwa terdapat hubungan antara kepercayaan dengan tingkat kecerdasan. Didapatnya korelasi antara agama dan kecerdasan yang berarti anak-anak yang kurang cerdas cenderung berpegang erat kepada kepercayaan agama, sedangkan pada anak-anak yang cerdas kecenderungan itu lebih kecil.[7]
c.       Teknik Idiografi
Teknik ini juga merupakan pendekatan psikologis yang digunakan untuk memahami sifat-sifat dasar (tabi’at) manusia. Pelopor dari penggunaan teknik idiografi dalam psikologi agama adalah Gordon Allport. Menurutnya untuk mempelajari kepribadian semestinya menyangkut sifat-sifat dasar yang meruakan ciri khas yang ada hubungan antara seseorang dengan perspektif dirinya. Masing-masing sifat dasar yang dimiliki seseorang individu sebagai ciri khas terlihat dalam penampilan sikap seseorang secara umum.[8]
d.      Teknik Penilaian terhadap Sikap (Evaluation Attitudes Technique)
Teknik ini digunakan dalam penelitian terhadap biografi, tulisan atau dokumen yang ada hubungannya dengan individu yang akan diteliti. Berdasarkan dokumen tersebut kemudian ditarik kesimpulan, bagaimana pendirian seseorang terhadap pers0alan-persoalan yang dihadapinya dalam kaitan hubungannya dengan pengalaman dan kesadaran agama.

           II.     Kuesioner dan wawancara
Metode kuesioner maupun wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang lebih banyak dan mendalam secara langsung kepada responden. Metode ini dinilai memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
A.      Dapat memberi kemungkinan untuk memperoleh jawaban yang cepat dan segera
B.       Hasilnya dapat dijadikan dokumen pribadi tentang seseorang serta dapat pula dijadikan data nomotatik
Selain pertimbangan tersebut, metode ini juga mempunyai kelemahan-kelemahan seperti:
1)      Jawaban yang diberikan terikat oleh pertanyaan hingga responden tak dapat memberikan jawaban secara lebih bebas
2)      Sulit menyusun pertanyaan yang mengandung tingkat relevansi yang tinggi, karena itu diperlukan keterampilan yang khusus untuk itu
3)      Kadang-kadang sering terjadi salah penafsiran terhadap pertanyaan yang kurang tepat dan tidak semua pertanyaan sesuai untuk setiap orang
4)      Untuk memperoleh jawaban yang tepat dibutuhkan adanya jalinan kerja sama yang baik antara penanya dan responden, dan kerja sama seperti itu memerlukan pendekatan yang baik dari si penanya
Dalam penerapannya metode kuesioner dan wawancara dilakukan dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah teknik pengumpulan data, melalui:
1.         Pengumpulan pendapat masyarakat (Publik opinion polls)
Teknik ini merupakan gabungan antara kuesioner dan wawancara. Cara mendapatkan data adalah melalui pengumpulan pendapat khalayak ramai. Data tersebut selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan klasifikasi yang sudah dibuat berdasarkan kepentingan penelitian
2.         Skala penelitian (Rating scale)
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan khas dalam diri seseorang berdasarkan pengaruh tempat dan kelompok.[9]
            Metode ini antara lain digunakan untuk mengetahui:[10]
  1. Latar belakang keyakinan agama
  2. Bentuk hubungan dengan Tuhannya
  3. Dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi
  4. Hubungan antara penyakit mental dengan keyakinan beragama
  5. Sebagai bahan untuk membentuk kerja sama antara ahli psikologi dengan ahli agama
  6. Guna kepentingan penelitian dan mempelajari kejiwaan para tokoh agama
3.      Tes (Test)
Tes digunakan dalam upaya untuk mempelajari tingkah laku keagamaan seseorang dalam kondisi tertentu. Untuk memperoleh gambaran yang diinginkan, biasanya diperlukan bentuk tes yang sudah disusun secara sistematis.
4.      Eksperimen
Teknik eksperimen digunakan untuk mempelajari sikap dan tingkah laku keagamaan seseorang melalui perlakuan khusus yang sengaja dibuat.
Menurut Clark menggunakan metode eksperimen dalam ilmu jiwa agama memang sulit, namun dapat dilakukan dengan mengadakan perbandingan, misalnya antara dua orang anak yang disuruh membuat perasaan dan pengertiannya tentang keyakinan agama yang abstrak, misalnya tentang tuhan, akhirat,surge, neraka,dan lain-lain[11].
Pada saat melakukan metode eksperimen terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi, diantaranya[12] :
a.    Dapat diulang-ulang dengan hasil yang sama.
b.    Ada problem/hipotesis yang akan diuji
c.    Factor yang mempengaruhi eksperimen dapat dikontrol, kecuali satu factor yang dapat diubah-ubah.
d.   Dapat ditentukan terlebih dahulu apa yang akan terjadi dan kapan waktu terjadinya.
Tes yaitu cara untuk mengetahui kemampuan alam perasaan,arah minat, dan aspek-aspek lain kepribadian individu dengan memberikan tugas pekerjaan yang diteneukan standarnya.
5.      Observasi melalui pendekatan sosiologi dan antropologi
Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sosiologi dengan mempelajari sifat-sifat manusiawi orang per orang atau kelompok. Selain itu juga menjadikan unsur-unsur budaya yang bersifat materi (benda budaya) dan yang bersifat spiritual (mantra, ritus) yang dinilai ada hubungannya dengan agama.
6.      Studi agama berdasarkan pendekatan antropologi budaya
Cara ini digunakan dengan membandingkan antara tindak keagamaan (upacara, ritus) dengan menggunakan pendekatan psikologi. Melalui pengukuran statistik kemudian dibuat tolok ukur berdasarkan pendekatan psikologi yang dihubungkan dengan kebudayaan. Berdasarkan pendekatan tersebut misalnya ditentukan kategori hubungan menjadi:
-          Adanya persaudaraan antara sesama orang yang ber-Tuhan
-          Masalah ke-Tuhanan dan agama
-          Adanya kebenaran keyakinan yang terlihat dalam bentuk formalitas
-          Bentuk-bentuk praktik keagamaan
7.      Pendekatan terhadap perkembangan
Teknik ini digunakan untuk meneliti mengenai asal usul dan perkembangan aspek psikologi manusia dalam hubungannya agama yang dianutnya. Cara yang digunakan antara lain melalui pengumpulan dokumen, catatan-catatan, riwayat hidup dan data antropologi.
8.      Metode klinis dan proyektifitas
Metode ini memanfaatkan cara kerja klinis. Penyembuhan dilakukan dengan cara menyelaraskan hubungan antara jiwa dan agama.
9.      Metode umum proyektifitas, berupa penelitian dengan cara menyadarkan sejumlah masalah yang mengandung makna tertentu. Selanjutnya peneliti memperhatikan reaksi yang muncul dari responden. Dengan membiarkan reaksi secara tidak sengaja itu maka pernyataan yang muncul dari reaksi tadi dijadikan dasar penafsiran terhadap gejala yang diteliti. Reaksi merupakan kunci pembuka rahasia. Dalam melakukan penelitian Zakiah daradjat lebih sering menggunakan metode klinik dan proyektif teknik. Dalam melakukan konseling Zakiah daradjat banyak menemukan berbagai proses kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan keyakinan agama.
10.  Apresiasi nomotatik[13]
Caranya tetap menggunakan gambar-gambar yang samar melalui gambar-gambar yang diberikan diharapkan orang yang diteliti dapat mengenal dirinya.
11.  Studi kasus
Studi kasus dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen, catatan, hasil wawancara atau lainnya untuk kasus-kasus tertentu. Metode ini dapat digunakan sebagai bahan penyembuhan, menanamkan pengertian, menggambarkan masalah yang ada hubungannya dengan psikologi, hingga dapat menghasilkan kesimpulan dan penggolongan mengenai kasus-kasus tertentu.
12.  Survei
Metode ini dapat digunakan untuk tujuan penggolongan manusia dalam hubungannya dalam pembentukan organisasi dan masyarakat.

Penggunaan metode-metode dalam penelitian psikologi agama sebenarnya dapat dilakukan dengan beragam, tergantung kepada kepentingan dan jenis data yang akan dikumpulkan. Adakalanya seseorang lebih memilih dokumen pribadi dan adapula yang memilih kuesioner dan wawancara.

Menurut prof. Zakiah Daradjat, sumber-sumber untuk mengumpulkan data ilmiah guna peneliitian ilmu jiwa agama, dapat diambil antara lain dari :
a.    Dengan menanyakan pengalaman-pengalaman orang yang masih hidup
Cara ini digunakan dengan angket, suatu rangkaian pertanyaan yang disusun sedemikian rupa, yang disuruh jawab oleh sejumlah besar orang
b.    Apa yang kita capai dengan meneliti diri kita sendiri
c.    Dapat dikumpulkan bahan-bahan dari riwayat hidup yang ditulis sendiri oleh yang bersangkutan,atau yang ditulis oleh ali-ahli agama.
Data psiklogi dapat diolah dengan bermacam ragam perhitungan kuantitatif, guna perencanaan dan pelaksanaan studi yang terkendali atau untuk membuat deskripsi, penilaian, kesimpulan, dan penemuan dalam penelitian ilmiah.
Beberapa teknik yang digunakan dalam metode psikologi antara lain[14]:
d.   Angket, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terhadap orang yang diselidiki.
Thouless berpendapat, bahwa angket itu akan lebih baik hasilnya jika dilengkapi pula dengan informasi yang didapatkan dari kenanalan, sahabat karib atau keluarga orang yang bersangkutan, untuk menerangkan apa yang mereka lihat dan rasakan dari pengisi-pengisi angket itu. Karena angket itu merupakan ungkapan yang bersifat subyektif dan hasil introspeksi terhadap dirinya sendiri.[15]
e.    Introspeksi
·      Introspeksi, yaitu yeknik mengamati kejadian psikologis kedalam diri sendiri pada saat berlangsungnya kejadian tersebut.
·      Retrospeksi, yaitu introspeksi dilakukan setlah kejadian psikologis itu berlangsung.
·      Ekstrospeksi, yaitu pengamatan kejadian psikologis terhadap orang lain.
f.     Partisipasi, yaitu ikut serta masuk kedalam situasi interaksi social psikologis.
g.    Teknik meneliti riwayat hidup
h.    Teknik analisis impian

Menurut Clark dalam bukunya The Psychology of Religion mengemukakan bahwa metode yang paling penting dalam penelitian agama adalah metode dokumen pribadi, dan jawaban terhadap angket dan wawancara. Memang metode ini sebenarnya bersifat subjektif namun tidak akan mengurangi nilai ilmiahnya, jika penelitian dapat mengambil bahan secara sistematis.

BAB  III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Karna agama menyangkut masalah yang berkaitan dengan kehidupan bathin yang sangat mendalam, maka masalah agama sangat sulit untuk diteliti secara seksama terlepas dari pengaruh-pengaruh subjektivitas. Namun demikian, agar penelitian mengenai agama dapat dilakukan lebih netral dalam arti tidak memihak kepada suatu keyakinan atau menentangnya, maka diperlukan adanya sikap yang objektif. Maka metode dalam psikologi agama yaitu:
1.      Dokumen pribadi, meliputi;
-          Teknik Nomotatik
-          Teknik Analisis Nilai
-          Teknik Idiographi
-          Teknik Penilaian Terhadap Sikap
 III.      Kuesioner dan Wawancara, meliputi;
-          Pengumpulan pendapat masyarakat
-          Skala penelitian
-          Tes
-          Eksperimen
-          Observasi melalui pendekatan sosiologi dan antropologi
-          Studi agama berdasarkan pendekatan antropologi budaya
-          Pendekatan terhadap perkembangan
-          Metode klinis dan proyektifitas
-          Apresiasi nomotatik
-          Studi kasus
-          Survei
B.     Saran
Demikianlah makalah ini kami buat , mudah-mudahan banyak ilmu yang dapat kita petik dan daat kita amalkan. Penulis sangat mengharakan kritik dan saran yang membangun demi menjadikan karya kami lebih baik di masa mendatang. Semoga segala jerih payah kita dibalasi oleh Allah SWT Amiiien.


[1] Ramayulis, Psikologi Agama, Kalam mulia:Jakarta  2004.  hal 17-18
[2] Jalaluddin, Psikologi Agama, PT.Raja Grafindo: Jakarta  2004.  hal 37
[3] Zakiah daradjat,Iilmu jJwa Agama,Bulan Bintang:Jakarta 2005.hal 10
[4] Zakiah daradjat,  ib  id  hal  12
[5] Ramayulis, op cit.  hal 19
[6] Jalaluddin, op cit.  Hal  39
[7] Ibid
[8] Philip G Zimbardo, Essentials of Psychology and Life, 10 th. Ed., scott, foresman and Company:London. 1979  hal 297
[9]  Jalaluddin, Op cit. hal 39-42
[10] Sururin, Ilmu Jiwa Agama, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta  2004. hal 12
[11] Zakiah daradjat, op cit hal  14
[12] Abdul aziz ahyadi,psikologi Agama kepribadian muslim pancasila ,sinar baru algensindo:Bandung  hal  32-33
[13] Jalaluddin, Op Cit. hal 43
[14] Abdul aziz ahyadi,    Op  Cit  hal   33
[15] Zakiah daradjat, op cit hal 10